Reporting

SelmaShafaSandhika

The GRIT Man : Playmaker yang low profile

Grit: Gabungan Kekuatan Passion dan Ketekunan

Ada yang Lebih Penting dari IQ, yakni Ketabahan Hati (Grit)


Grit sendiri sebenarnya sebuah istilah berbahasa Inggris yang memiliki makna sejajar dengan daya juang. Dalam psikologi, Grit atau daya juang ini secara positif merupakan keinginan seseorang secara individu yang digerakan oleh sebuah keinginan untuk mencapai sebuah pencapaian yang diinginkan.

Dalam dunia yang serba mendewakan kesuksesan ini, seringkali kita terpancing untuk berpikir IQ merupakan tolok ukur yang paling baik untuk kecerdasan kita. IQ juga menjadi salah satu faktor yang membuat kita kelihatan tidak nyaman dan terus-menerus menyalahkan keadaan sekitar, termasuk keberhasilan dalam mengelola dan merencanakan keuangan.
Padahal, ada hal yang lebih penting dari IQ, yakni ketabahan hati atau yang disebut juga dengan grit. Berikut ini adalah ulasan mengapa grit atau ketabahan hati lebih penting dibandingkan dengan sekadar IQ dalam rangka pengelolaan keuangan yang matang:
1. Ketabahan Hati Mendorong Kita untuk Terus Maju
Mungkin IQ atau kecerdasan intelektual merupakan hal-hal yang membuat orang terlihat seperti “Semar” di luarnya. Namun jangan lupa, karena tidak ada kecerdasan yang dibentuk tanpa usaha, termasuk IQ.
Ketabahan hati lebih dari sekadar usaha. Manusia boleh berusaha sekuat tenaga, namun pada akhirnya, mereka yang memiliki ketabahan hati-lah yang menang. Ketabahan hati adalah saat di mana kita terus berjuang dan berjuang, bahkan setelah kita mengalami penolakan atau kegagalan berkali-kali, termasuk dalam bidang keuangan.
Semangat berjuang yang dimiliki orang-orang yang memiliki ketabahan hati ini membuat mereka terus terdorong untuk maju. Hasilnya, hampir semua orang yang memiliki semangat berjuang tinggi dan hati yang tabah berhasil dalam banyak macam lomba tingkat nasional maupun internasional, seperti LKTI, lomba debat, olimpiade matematika, dan semacamnya.
Tidak berhenti sampai di sana, mereka yang memiliki ketabahan hati akan lebih dapat memotivasi diri mereka dalam hal mengelola keuangan dibandingkan mereka yang hanya berpatokan pada kecerdasan saja. Ini dikarenakan mereka terus termotivasi mencari cara untuk mengelola keuangan mereka dengan lebih baik tiap harinya dibandingkan mereka yang terbuai dengan IQ semata.
2. Memicu Kita untuk Menjadi Individu yang Rajin
Sekarang, coba lihat orang-orang yang selalu memandang iri orang lain yang kelihatan lebih punya IQ tinggi, lebih berhasil, lebih sukses, dan sebagainya. Lihatlah kesamaan mereka: Apa yang Anda dapatkan? Ya, orang-orang yang terbuai dalam iri hati dan dengki mereka ini cenderung menjadi orang-orang yang malas berusaha.
Jangan percaya soal adanya rasa iri yang dapat memotivasi kita untuk terus bangkit dan mengalahkan musuh, karena sesungguhnya itu semua tidak pernah ada. Yang ada, orang-orang yang suka iri hati dengan hal-hal yang tidak ia miliki (termasuk IQ) ini merupakan calon orang-orang “gagal” dalam kehidupan mereka karena berpikir tidak pernah bisa berkompetisi dengan orang yang “tidak selevel” dengannya.
Lain halnya dengan mereka yang memiliki ketabahan hati, di mana ketabahan hati membuat mereka dapat terus mengasah potensi mereka dan tekun mengejar apa yang menjadi passion mereka. Pada akhirnya, mereka akan sama (atau mungkin, lebih) cerdasnya dengan mereka yang menggunakan IQ sebagai “senjata utama”, karena waktu yang mereka investasikan untuk kegiatan yang merangsang minat dan tujuan sukses mereka tidak akan terbuang dengan sia-sia.
Imbasnya, mereka menjadi orang-orang yang berpenghasilan lebih tinggi dibandingkan mereka yang hanya mengandalkan faktor superfisial seperti IQ. Penghasilan lebih tinggi untuk selanjutnya memungkinkan mereka mengalokasikannya ke berbagai hal yang mereka senangi dalam hidup, sehingga menjadikan ketabahan hati atau grit lebih penting dibandingkan IQ.
3. Dapat Menolong Kita Menemukan Jati Diri Kita Sesungguhnya
Berbeda dengan IQ yang subjektif terhadap pandangan seseorang, grit merupakan sesuatu dalam diri yang tidak bisa diukur hanya dengan teknologi ilmiah terkini. Alasannya, grit atau ketabahan hati adalah sesuatu yang ditemukan dalam diri tiap kita, dan itu merupakan “jiwa” dari pekerjaan yang hanya kita dapat mengaksesnya.
Dengan mementingkan ketabahan hati atau grit di atas IQ, kita akan tertolong dalam menemukan tujuan jiwa kita yang paling dalam. Imbasnya, kita akan lebih mengenal diri kita sendiri dan tidak sibuk mengurusi urusan orang lain seperti halnya mereka yang iri dengan IQ kita dan sebaliknya.
Karena kita lebih dapat mengerti diri sendiri, maka kita pun akan mengetahui apa saja yang baik maupun tidak baik bagi diri kita. Kita pun dapat lebih leluasa memilih berinteraksi atau membangun hubungan dengan siapapun yang kita pikir dapat membentuk kita menjadi pribadi yang lebih baik.
Dalam hal keuangan, hal tersebut akan menolong kita untuk menemukan networking dan cara-cara perencanaan keuangan yang benar untuk diri kita. Mungkin kita tidak memiliki IQ atau kecerdasan yang lebih tinggi dari orang lain, tapi paling tidak, dengan grit atau ketabahan hati yang kita miliki, kita akan dapat meraih kesuksesan finansial dengan pertama-tama memilih produk keuangan yang sesuai dengan diri kita.
Singkatnya, grit atau ketabahan hati lebih penting dibandingkan IQ, mengingat ketabahan hati yang merupakan komposisi dari usaha keras dan mendalami passion dapat memotivasi kita untuk lebih maju, memicu kita menjadi individu yang rajin, dan dapat menolong kita menemukan jati diri kita sebenarnya. Pada akhirnya, ketabahan hati-lah yang akan menuntun kita pada kemerdekaan finansial yang kita inginkan, bukan IQ.




Share:

Meeting : Penguin Trading





saya tertarik dengan ide di balik layar. Saya terkesan dengan seorang deep playmaker yang mungkin dalam catatan statistik assist maupun gol cenderung rendah tapi tetap diakui sebagai jantung permainan. Saya terkesan dengan permainan seorang deep playmaker yang low profile dan tanpa tanda jasa tersebut. Namun, kemudian terbesit apabila deep playmaker tersebut ada dalam dunia usaha atau kriminal dan melakukan passing-passing dalam bentuk gentleman agreement, bagaimana kemudian pembuktian sisi formalnya?
Saat muncul opini adanya permainan mafia maupun kartel dalam jagat pasar dan pemasaran, maka opini-opini tersebut akan tetap menjadi opini manakala tidak ada bukti langsung yang kuat. Pernyataan saya ini tercetus setelah menilik dari suatu ingatan akan bacaan yang berbunyi,”Kebohongan akan menjadi fakta apabila didengungkan beribu kali” namun tidak ada bacaan yang berbunyi,”Opini akan menjadi fakta apabila didengungkan beribu kali.” Permasalahannya adalah, untuk suatu fakta empiris atas ketidakpuasan beberapa pihak atas pihak lain dalam bentuk “tuduhan kejahatan”, dibutuhkan bukti yang cukup kuat yang sifatnya—kadang—“form over substance”.
Kembali ke gentleman agreement, saat suatu “kesepakatan” dibuat berdasarkan perjanjian verbal, maka bukti yang cukup kuat “hanya” mencakup dua kemungkinan: rekaman atau sadapan, baik dalam bentuk audio maupun audio dan video. Permasalahan yang timbul kemudian adalah, apabila memang “kesepakatan” ini berdampak besar dan memang diniatkan untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau menggeser kerugian pada pihak kedua atau ketiga, maka orang mana yang akan dengan sengaja meninggalkan jejak? Bahkan seorang pencuri ayam yang mencuri semata-mata karena tidak keadaan yang amat sangat terpaksa pun akan berusaha untuk tidak meninggalkan jejak.
Bukan perkara mudah untuk mendapatkan penyebab yang sesungguhnya atas suatu fakta atau kondisi yang terjadi dalam pasar yang terbentuk akibat adanya gentleman agreement. Teori ekonomi secara implisit menjelaskan bahwa intervensi dalam pasar terjadi karena adanya kepentingan. Misalnya, pemerintah melakukan intervensi dalam bentuk subsidi karena harga di pasaran terlalu tinggi. Namun, di sisi yang sama juga, intervensi ini menjelaskan juga adanya keuntungan yang didapat pengusaha dengan adanya intervensi. Pertanyaan yang timbul minimal ada dua. Pertama, ide dasar intervensi ini atas dasar apa dan berasal dari usul siapa? Pemerintah? Pengusaha? Atau masyarakat sebagai konsumen? Kemudian, atas intervensi ini, siapa yang lebih diuntungkan? Pemerintah? Pengusaha? Atau konsumen? Pertanyaan ini layak ditanyakan since we can’t please everyone.
Dari sisi teori ekonomi, biasanya, pengusul adalah pihak yang diuntungkan. Namun, dari sisi yang sama, juga diajarkan bahwa pengusul tidak selamanya akan diuntungkan karena—minimal—ada dua pihak lain yang juga berkepentingan (hubungan antara produsen-konsumen-pemerintah). Seharusnya, pihak yang akan mendapatkan keuntungan terbesar adalah pihak yang mempunyai daya lobi dan kekuatan pasar terbesar. Secara teori, pemerintah lah yang seharusnya mendapatkan keuntungan terbesar ini sehingga dapat didistribusikan kembali ke masyarakat. Secara substansi? Saya menolak untuk berkomentar J
Menarik bagi saya adalah adanya komentar yang beredar bahwa “pemerintah akhirnya menjadi cecunguk saja atas kesepakatan para mafia”. Dalam bahasa lain, saya ingin menyebutkan bahwa jangan sampai Pemerintah hanya berfungsi sebagai notulis saja atas kesepakatan beberapa pihak tersebut. Kenapa demikian? Karena legalitas tindakan masyarakat, baik konsumen dan produsen, bersumber dari setiap aturan dan keputusan yang dikeluarkan secara resmi dan legal oleh Pemerintah. Apabila kemudian ternyata memang benar bahwa pemerintah berfungsi sebagai notulis, maka pertanyaan yang timbul akan berganti menjadi,”Seberapa besar masyarakat menanggung kerugian? Dan bagaimana masyarakat akan menutup kerugian yang mereka pikul?”
Artinya adalah, saat pencarian bukti dilakukan dan “mentok” karena “aturannya memang begitu” dan “sudah sesuai aturan” maka tidak akan ada “fakta” atau “kondisi”, yang ada hanyalah “opini” dan/atau “tuduhan”. Hal ini justru menjadi boomerang bagi pencari bukti, karena berpotensi melakukan tindakan pencemaran nama baik. Akibatnya ya, dengan peluang berhasil kecil dan resiko besar, ya lebih baik main aman aja kan ya?!
Formalitas pada dasarnya adalah bentuk ketidakpercayaan. Formalitas dibuat sebagai bukti dan jaminan. Bukti agar orang lain percaya dan jaminan kalau orang yang mempunyai bukti tidak berbohong. Padahal, substansi otak atau hati seseorang tidak ada yang tahu. Ibarat orang memakai perban, orang beranggapan bahwa dia terluka karena orang yang memakai perban “biasanya” adalah orang yang terluka. Apakah sebenarnya dia terluka atau tidak, hanya orang itu dan Tuhan yang tahu.
Dengan demikian, benar bila kepercayaan itu mahal harganya. Namun, walaupun si pembawa timbangan ditutup matanya, apakah si penimbang mau percaya?
Share:

Meeting : CSA ( Volk-Renovo-HCG)



Berapa banyak produk yang Anda beli dalam 1 bulan ? Oh baik, jangan dalam hitungan bulanan, coba dalam mingguan.
Pasti ada saja produk yang masuk dalam keranjang belanjaan Anda bukan?
Seperti layaknya manusia, produk-produk ini juga memiliki siklus hidup. Produk yang lama akan semakin tergusur dengan permintaan konsumen yang menginginkan hal yang baru.
Semakin modern barang, semakin meningkatkan penjualan pada saat launching.
Oleh karena itu, setiap perusahaan perlu mengetahui tahapan siklus hidup produk yang berbeda-beda dan memahami bahwa semua produk yang mereka jual memiliki batasan umur.
Mayoritas dari mereka (perusahaan) akan berinvestasi dalam pengembangan produk baru dalam rangka memastikan bahwa bisnis mereka terus tumbuh.
Artikel kali ini akan mengajak Anda untuk lebih mengenal lebih dekat siklus hidup produk sampai manajemennya.
Mari kita mulai pembahasannya…

Product Life Cycle Stages

Product-Lifecycle
Siklus hidup produk secara jelas terbagi menjadi 4 tahap, setiap tahapannya memiliki karakteristik yang berbeda-beda untuk bisnis yang mencoba mengelola siklus hidup produk tertentu mereka.
  1. Tahap Pengenalan

introduction
Memperkenalkan sebuah produk baru merupakan tahap pertama yang paling menguras biaya ketika sebuah perusahaan melakukan launching.
Market untuk produk baru ini masih kecil dan hal ini berarti penjualan masih rendah, meskipun lama-kelamaan akan terjadi peningkatan.
Di sisi lain, biaya untuk hal seperti penelitian dan pengembangan, pengujian produk kepada konsumen, dan pemasaran yang diperlukan untuk melaunching produk bisa sangat tinggi. Terutama jika Anda berada dalam sektor persaingan yang berat.
  1. Tahap Pertumbuhan

growth
Tahap pertumbuhan biasanya ditandai dengan pertumbuhan yang kuat dalam penjualan dan memperoleh profit, dan karena perusahaan mulai bisa mendapatkan keuntungan dari skala ekonomi dalam produksi, profit margin, serta jumlah keseluruhan laba akan mengalami peningkatan.
Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menginvestasikan uang lebih banyak dalam kegiatan promosi untuk memaksimalkan potensi di tahap pertumbuhan ini.
  1. Tahap Kedewasaan

185428592-web-300x209
Dalam tahap ini, produsen mendapat tantangan untuk mempertahankan pangsa pasar yang telah mereka bangun dengan segala cara.
Ini merupakan waktu yang paling penuh dengan persaingan untuk sebagian besar produk dan para pebisnis perlu berinvestasi dengan bijak dalam melakukan kegiatan pemasaran.
Mereka juga perlu mempertimbangkan untuk memodifikasi produk atau melakukan perbaikan pada proses produksi.
  1. Tahap Penurunan

failed3
Disebut sebagai tahap penurunan ketika akhirnya pasar untuk produk mulai menyusut. Penyusutan ini bisa disebabkan karena pasar yang jenuh (semua customer yang sudah membeli produk tersebut), atau karena konsumen beralih ke jenis produk yang lain.
Walaupun proses penurunan tidak dapat dihindari, masih ada kemungkinan bagi perusahaan untuk memperoleh profit dengan beralih ke metode produksi yang lebih murah dan market yang lebih murah.
Share:

Meeting : Pralon



Berinvestasilah untuk akhirat kelak dengan memiliki sahabat yang shalih! 

Pentingnya Investasi Persahabatan

bukan semata-mata secara materil. Teman adalah investasi dunia akhirat. Pernah denger nggak sebuah riwayat yang menceritakan bahwa di padang mahsyar nanti kita akan dikumpulkan bersama orang-orang yang sering menghabiskan waktu bersama selama di dunia. Nah, berarti pepatah “friendship are last forever and ever” memanglah benar adanya.
Sahabat, sudah tahukah bahwa salah satu investasi akhirat yang perlu kita upayakan selama hidup di dunia ini adalah memiliki teman yang shalih? Rasulullah sendiri telah memberi perumpamaan yang sangat baik mengenai teman yang baik dan buruk.

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu, dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.

(HR. Bukhari 5534 dan Muslim 2628)

Mengapa Sahabat yang Shalih?

Mengapa teman atau sahabat yang shalih dikatakan sebagai investasi akhirat? Salah satunya adalah karena mereka dapat menjadi pemberi syafa’at bagi sahabat-sahabatnya semasa hidup di dunia dulu.

“Demi Allah, Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh kalian begitu gigih dalam memohon kepada Allah untuk memperjuangkan hak untuk saudara-saudaranya yang berada di dalam neraka pada hari kiamat. Mereka memohon: Wahai Tuhan kami, mereka itu (yang tinggal di neraka) pernah berpuasa bersama kami, shalat, dan juga haji,”

Dijawab: ”Keluarkan (dari neraka) orang-orang yang kalian kenal.” Hingga wajah mereka diharamkan untuk dibakar oleh api neraka.
Para mukminin inipun mengeluarkan banyak saudaranya yang telah dibakar di neraka, ada yang dibakar sampai betisnya dan ada yang sampai lututnya.
Kemudian orang mukmin itu lapor kepada Allah, ”Ya Tuhan kami, orang yang Engkau perintahkan untuk dientaskan dari neraka, sudah tidak tersisa.
Allah berfirman, ”Kembali lagi, keluarkanlah yang masih memiliki iman seberat dinar.
Maka dikeluarkanlah orang mukmin banyak sekali yang disiksa di neraka. Kemudian mereka melapor, “Wahai Tuhan kami, kami tidak meninggalkan seorangpun orang yang Engkau perintahkan untuk dientas…” (HR. Muslim).
Sebaliknya, teman yang zhalim takkan memberi kebaikan bagi kita baik di dunia maupun di akhirat, maka mereka pun takkan menemukan seseorang yang memberi pertolongan atau syafa’at bagi mereka di akhirat kelak.
Orang-orang yang zhalim tidak memiliki teman setia seorangpun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya”. (QS. Ghafir : 18).

Mari kita introspeksi diri, sudah berapa banyak Sahabat Shalih yang kita miliki? Apakah kita telah tergabung di komunitas orang-orang baik? Lihat ke sekeliling kita, dari sekian banyak teman dan sahabat, apakah lebih banyak orang-orang shalih atau orang-orang zhalim yang berakhlak buruk?
Share:

Plan Do Check Act

PDCA, "Plan, Do, Check, Act" (Indonesia:Rencanakan, Kerjakan, Cek, Tindak lanjuti), adalah suatu proses pemecahan masalah empat langkah iteratif yang umum digunakan dalam pengendalian kualitas. Metode ini dipopulerkan oleh W. Edwards Deming, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas modern sehingga sering juga disebut dengan siklus Deming. Deming sendiri selalu merujuk metode ini sebagai siklus Shewhart, dari nama Walter A. Shewhart, yang sering dianggap sebagai bapak pengendalian kualitas statistis. Belakangan, Deming memodifikasi PDCA menjadi PDSA ("Plan, Do, Study, Act") untuk lebih menggambarkan rekomendasinya.
Share:

Selimut Biru



Yang di malam ini yang terasa sepi
yang aku sendiri yang dingin sekali
Hari hari yang berlalu
aku terbelenggu rindu
tanpa kehadiranmu disampingku
kasih
Yang di malam ini yang terasa sepi
Kasur berkain putih tak mampu
melelapkan kedua mataku
selimut warna biru tak mampu
menghangatkan hatiku yang beku
Bantal dan guling ini tak mau berbicara
saat 'ku bertanya
apakah kekasihku merasakan rindu
seperti diriku
Datanglah kekasih walau dalam mimpi
Yang tabahkan hati yang 'ku 'kan kembali
Share:

Meeting : Frap + Penguin

Bisnis Toko bahan bangunan, bukan hanya tahan krisis tapi mampu menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Hal ini tak terlepas dari pangsa pasar yang sangat luas. Yang saat ini berbagai proyek pembangunan rumah, jalan, fasilitas umum dan pribadi lainnya berlangsung marak. Karena rumah merupakan tempat tinggal yang menjadi kebutuhan pokok manusia. Dan secara berkala harus dilakukan perawatan dan perbaikan. Di sinilah bisnis toko bangunan menyediakan keperluan bahan baku untuk kepentingan pembangunan dan perbaikan rumah.




Share:

Hasan Al-Bashri

  1. Aku tahu bahwa rezekiku tidak akan jatuh ke tangan orang lain, maka hatiku menjadi tenang.
  2. Aku tahu bahwa tugasku tidak akan dikerjakan orang lain, maka aku sibukkan diriku dengannya.
  3. Aku tahu bahwa Allah selalu melihatku, maka aku malu jika aku menjatuhkan diriku dalam lumpur dosa.
  4. Aku tahu bahwa ajal itu pasti datang, maka aku selalu bersiap2 menantinya.

La Tahzan

Terimalah rezeki, isteri, suami, anak-anak, tugas-tugas, rumah, ilmu, dan jabatan Anda hari ini dengan penuh keridhaan. Hiduplah hari ini tanpa kesedihan, kegalauan, kemarahan, kedengkian dan kebencian. .

Definition List

Definition life
God grant me the serenity to accept the things I cannot change .
the courage to change the things I can
and the wisdom to know the difference.

Support

Tinta pena telah mengering, lembaran-lembaran catatan ketentuan telah disimpan setiap perkara telah diputuskan dan takdir telah ditetapkan Maka, Katakanlah: Sekali-kali tidak akan menimpa kami, melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. La Tahzan Aidh al-Qarni.