Berpikir lateral, pada prinsipnya, adalah melihat masalah dari sudut pandang yang lain. Masalah tidak dipecahkan dengan metode yang sama. Cara yang lama ditinggalkan dan cara yang baru dicoba.
Berpikir lateral (Lateral thinking) sering digunakan untuk memecahkan masalah dengan pendekatan yang berbeda. Tidak seperti pendekatan berpikir vertikal, yang memecahkan masalah dengan berpikir logis dan selalu benar setiap langkah, lateral thinking menggunakan pendekatan yang sama sekali baru. Berpikir logis untuk sementara disingkirkan; ide-ide dihasilkan dengan mengatur ulang informasi sedemikian rupa. Pola direstrukturisasi.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai apa itu lateral thinking, kita ambil contoh menggali sumur. Misalnya, seseorang, sebut saja namanya Alex, menggali sumur. Setelah menggali sampai kedalaman empat (4) meter, ia belum menemukan air.
Kemudian, ia memutuskan untuk menggali lebih dalam. Pada kedalaman lima (5) meter, ia menemukan air.
Ketika Alex memutuskan menggali sumur yang sama, dan menemukan air pada kedalaman lima (5) meter, ia berpikir vertikal. Ia memecahkan masalah dengan cara menggali sumur yang lebih dalam.
Berpikir vertikal berbeda dengan lateral thinking. Ketika Alex misalnya menggali sumur sampai ke dalaman 4 meter dan belum menemukan air, ia berhenti menggali. Kemudian, ia menggali sumur baru. Setelah menggali sampai kedalaman tiga (3) meter, ia menemukan air.
Ketika Alex memutuskan menggali sumur yang sama, dan menemukan air pada kedalaman lima (5) meter, ia berpikir vertikal. Ia memecahkan masalah dengan cara menggali sumur yang lebih dalam.
Berpikir vertikal berbeda dengan lateral thinking. Ketika Alex misalnya menggali sumur sampai ke dalaman 4 meter dan belum menemukan air, ia berhenti menggali. Kemudian, ia menggali sumur baru. Setelah menggali sampai kedalaman tiga (3) meter, ia menemukan air.
Ketika ia menggali sumur baru dan menemukan air pada kedalaman 3 meter, Alex menggunakan pikiran lateral.
Itulah secara singkat perbedaan antara berpikir vertikal dan lateral.